Jumat, 23 September 2011

JANGAN MENANGIS LAGI

Saya seorang Butch. Murni sejak kecil. Sampai saat ini saya tak pernah mengerti mengapa Tuhan "menceburkan" saya dalam kondisi seperti ini. Mungkin akan lebih terasa mudah bagi mereka yang memiliki masa kelam di masa lalunya yang membuatnya terjun ke dunia lesbian. Namun tidak bagi saya. Tak pernah ada alasan yang merujuk ke sesuatu di masa lalu atau masa kini saya yang dapat menjelaskan mengapa saya yang berjiwa sangat laki-laki ini harus terjebak dalam tubuh yang tidak laki-laki.
Berpuluh tahun saya menjalani hidup seperti ini. Sejak TK dan menyadari bahwa saya berorientasi kepada perempuan. SD, SMP, SMA, kuliah, semuanya saya jalani dengan berjuta cinta yang terpendam. Menyukai seorang wanita, lalu tersiksa akan perasaan yang tak pernah berbalas.
Sebenarnya perasaan "tak berbalas" tak seberapa dengan beban "tak bisa mengungkapkan". Bisa mengungkapkan namun tak berbalas tak seberapa. Yang pasti beban yang menumpuk di hati telah terungkap, dan kita tinggal mengurus perihnya tak berbalas. Tapi tak bisa mengungkapkan? Tahukah Anda seberapa beratnya menahan perasaan yang tak bisa diungkapkan? Menanggungnya sendiri. Mati-matian menahan mulut untuk tak keceplosan. Mati-matian menahan mata yang ingin selalu memandang. Mati-matinya menahan tangan yang sangat ingin menggengam tangannya. Mati-matian menahan sesal karena ketidakbisaan itu. Mati-matian menahan jari-jari untuk tak mengiriminya SMS yang mencurigakan. Mati-matian mengusahakan kebahagiaannya tanpa memedulikan diri sendiri dan ia tak tahu. Mati-matian mengalihkan pikiran untuk tak penuh dengan dirinya. Mati-matian menahan rindu yang menyesakkan. Mati-matian menahan mimpi untuk tak berakhir. Mati-matian ingin melanjutkan mimpi yang terputus karena harus terbangun dan menyadari semua hanya mimpi. Mungkin akan lebih mudah dan nikmat untuk mati dalam makna yang sebenarnya.
Sebenarnya arti tak bisa mengungkapkan disini bukan faktor tak berani, malu, atau tak tahu harus bicara apa. Namun arti tak bisa disini adalah arti tak bisa yang sebenarmya. Saya tak bisa mengungkapkan cinta yang begitu besar ini karena memang saya tak bisa. Ada pagar yang begitu tinggi yang tak bisa saya lalui. Ingin merobohkannya tak bisa. Ingin memanjatnya tak bisa. Mungkin saya harus menunggu hingga pagar itu terbuka. Tapi kapan? Karena pagar itu tak hanya satu. Ia sangat banyak. Di antaranya berlabel "keluarga", "agama", "kodrat", dan "ujian". Dan saya rasa saya tak akan pernah mampu melaluinya.
Lalu apakah yang saya lakukan? Meratap? Menangis? Menjerumuskan diri? Melakukan hal-hal bodoh? Bunuh diri? Tidak, saya tak pernah melakukan satu pun hal tersebut. Mengapa? Karena saya ingat bahwa saya punya Tuhan. Tuhan yang selalu mengawasi saya. Tuhan yang selalu menjaga saya. Tuhan yang saya tahu bahwa Ia melakukan ini pada saya karena ia sangat mencintai Saya.
Pernah saya bertanya pada Tuhan saya, mengapa Ia menakdirkan hal ini pada saya. Bagaimana jika saya tak sanggup lagi. Bagaimana jika saya tak pernah bahagia. Bagaimana jika saya berpaling dari-Nya. Namun Tuhan diam. Ia tak menjawab dengan sepatah kata pun. Ia memaksa saya untuk menemukan jawabannya sendiri. Dan menyadari bahwa saya kuat. Saya mampu. Dan sumber kekuatan itu adalah dariNya. Tuhan saya yang mungkin juga Tuhanmu. Tuhan saya yang mungkin juga berpikir sama ketika menakdirkanmu menjadi sama dengan saya. Tuhan saya yang selalu menjaga saya untuk tak berpaling dariNya, dan melakukan hal yang dapat menjauhkan saya dariNya.
Pernah juga saya meminta Tuhan saya untuk mengubah fisik saya agar menjadi seperti jiwa saya. Agar semuanya sejalan, dan saya tak harus melawan kodrat saya. Lagi-lagi Tuhan diam. Ia tak jua menjawab dengan sepatah kata pun. Ia lagi-lagi memaksa saya untuk menemukan jawabannya sendiri. Dan menyadari bahwa Tuhan saya itu begitu amat mencintai saya. Ia tak mau saya berpaling dariNya. Jika saat itu Ia mengabulkan doa saya dan mengubah fisik saya menjadi seperti jiwa saya, mungkin saya akan bahagia, saya bisa mendapatkan apa yang saya inginkan sepanjang hidup saya,. Dan lalu melupakanNya. Saya pasti akan sibuk dengan kebahagiaan saya. Tak lagi bertanya padaNya. Tak lagi memohon padaNya. Karena saya sudah memiliki segalanya yang saya impikan. Tuhan saya pasti akan cemburu karena kecintaan saya kepada wanita yang saya cintai itu melebihi kecintaan saya kepadaNya.
Lalu bagaimana sekarang? apa yang saya lakukan? Apakah semua perspektif itu ampuh?
Saya akan menjawabnya dengan sangat lantang. YA. Saya kuat. Saya mampu. Bagaimana caranya? Saya bersyukur. Saya mengingat semua yang saya miliki, lalu saya bersyukur. Saya melihat orang di sekitar saya, lalu saya bersyukur. Saya melihat semua yang ada di diri saya, lalu saya bersyukur. Saya memahami semua derita saya, lalu saya bersyukur. Saya mengingat semua orang yang menyayangi saya dengan tulus, lalu saya bersyukur. Saya menikmati pekerjaan saya, lalu saya bersyukur. Saya menyadari rezeki saya yang melimpah, lalu saya bersyukur. Saya melihat anggota tubuh saya yang lengkap, lalu saya bersyukur. Saya meresapi kesehatan fisik saya, lalu saya bersyukur. Saya menikmati oksigen yang saya hirup dengan bebas, lalu saya bersyukur. Dan yang terpenting, Saya mengingat Tuhan saya Yang Maha Besar, yang tak pernah meninggalkan saya, dan begitu menyayangi saya, lalu saya bersyukur. Dan saya berjanji, saya tak akan menyia-nyiakan hidup saya. Bagaimana dengan Anda?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar